Seorang teman lama menghampiri saya. Wajahnya terlihat tirus, namun tubuhnya tampak lemah. “Saya sudah berhasil turun 10 kg!” katanya dengan bangga. Saya mengangguk, tapi sorot matanya yang redup membuat saya bertanya, “Bagaimana caranya?” Dia bercerita, selama tiga bulan terakhir dia hanya makan satu kali sehari. Makanannya? Satu butir telur rebus, sedikit salad, buah, dan daging ayam tanpa bumbu.
Saya memandangnya penuh kekhawatiran. “Dan bagaimana perasaanmu sekarang?” Dia tertawa getir. “Saya sering pusing, gampang lelah, dan rasanya metabolisme saya kacau. Tapi, setidaknya berat badan saya turun.”
Teman saya, tanpa sadar, telah terjebak dalam salah satu mitos diet yang paling merusak: mengurangi asupan kalori hingga jauh di bawah kebutuhan tubuh atau BMR (Basal Metabolic Rate).
Apa Itu BMR dan Mengapa Penting?
BMR, atau Basal Metabolic Rate, adalah jumlah kalori yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsi-fungsi dasar seperti bernapas, memompa darah, menjaga suhu tubuh, dan regenerasi sel saat kita istirahat. BMR berbeda untuk setiap orang, tergantung pada berat badan, tinggi badan, usia, dan jenis kelamin.
Bayangkan tubuh seperti mobil. BMR adalah bahan bakar minimum agar mobil bisa menyala dan berjalan, meskipun hanya dalam kondisi idle. Jika Anda tidak memberikan cukup bahan bakar, mobil akan mati. Sama halnya dengan tubuh.
Untuk teman saya tadi, mari kita hitung kebutuhan BMR-nya. Dengan berat badan 80 kg, tinggi 165 cm, dan usia 50 tahun, rumus Mifflin-St Jeor bisa digunakan:
BMR=(10×berat kg) + (6.25×tinggi dalam cm) − (5×usia dalam tahun) + 5
BMR=(10×80)+(6.25×165)−(5×50)+5=800+1031.25−250+5=1586.25 kalori
Artinya, tubuh teman saya butuh 1.586 kalori per hari hanya untuk bertahan hidup, tanpa aktivitas fisik tambahan. Namun, dia hanya makan sekitar 500 kalori per hari.
Apa yang Terjadi Ketika Kalori di Bawah BMR?
Ketika tubuh mendapatkan asupan kalori di bawah BMR, efek buruk mulai muncul:
- Penurunan Laju Metabolisme
Tubuh menganggap kekurangan kalori ini sebagai ancaman kelaparan. Akibatnya, metabolisme melambat untuk menghemat energi, seperti lampu yang diredupkan agar tidak cepat kehabisan daya.
- Kehilangan Massa Otot
Karena tubuh tidak mendapatkan cukup energi dari makanan, otot akan dipecah untuk menghasilkan energi. Ini adalah kerugian besar, karena otot membantu membakar lebih banyak kalori bahkan saat kita tidak aktif.
- Gangguan Hormon
Diet ekstrem ini mengganggu hormon seperti leptin (pengatur rasa kenyang) dan ghrelin (pemicu rasa lapar). Selain itu, hormon tiroid yang berperan dalam metabolisme pun ikut terganggu.
- Kekurangan Nutrisi Esensial
Asupan yang terlalu rendah tidak hanya kekurangan kalori, tetapi juga vitamin dan mineral penting. Akibatnya, tubuh mulai menunjukkan tanda-tanda defisiensi seperti rambut rontok, kulit kusam, hingga gangguan sistem imun.
Mengapa Diet Ekstrem Gagal dalam Jangka Panjang?
Diet seperti ini hanya fokus pada angka timbangan, bukan pada kesehatan tubuh. Memang, berat badan turun dengan cepat di awal, tetapi ketika metabolisme melambat, tubuh mulai menyimpan lebih banyak lemak sebagai cadangan energi. Ini sering disebut efek yoyo, di mana berat badan naik-turun drastis.
Seperti teman saya, orang-orang yang menjalani diet ekstrem cenderung kembali ke pola makan semula setelah merasa terlalu lelah atau sakit, dan berat badan mereka melonjak lebih tinggi daripada sebelum diet.
Diet Sehat: Fokus pada Kualitas, Bukan Kuantitas
Diet yang sehat bukan tentang mengurangi kalori hingga ekstrem, tetapi lebih kepada memperbaiki kualitas makanan yang kita konsumsi. Makanlah sesuai kebutuhan energi tubuh, dengan bahan-bahan alami yang mendukung metabolisme.
Prinsip Pola Makan Metabolic Boot Camp:
- Protein Berkualitas
Protein dari daging, ayam, ikan, telur, tahu, atau tempe membantu mempertahankan massa otot dan mempercepat metabolisme.
- Lemak Sehat
Lemak dari alpukat memberikan energi tahan lama dan mendukung fungsi hormon.
- Hindari Gula dan Makanan Olahan
Makanan olahan sering kali tinggi kalori tetapi rendah nutrisi, yang justru membebani metabolisme.
Tubuh adalah sistem yang cerdas. Ketika metabolisme berfungsi optimal, tubuh akan memberi tahu berapa banyak makanan yang dibutuhkan. Berat badan pun akan menyesuaikan secara alami tanpa perlu diet ekstrem.
Saat teman saya akhirnya mencoba pola makan yang lebih sehat, dia terkejut. “Saya makan lebih banyak sekarang, tapi berat badan saya tetap turun,” katanya sambil tersenyum. Dia mulai mengerti bahwa kunci kesehatan bukanlah menghitung kalori, tetapi memilih makanan yang tepat untuk mendukung tubuh bekerja sebagaimana mestinya.
Jadi, jika Anda ingin sehat dan tetap langsing, jangan buat tubuh Anda kelaparan. Beri dia bahan bakar yang cukup, dan biarkan keajaiban metabolisme bekerja.
Salam sehat
Agung Webe